Masukkan Code ini K1-Y7F151-A
untuk berbelanja di KutuKutuBuku.com

Berapa Besar Jagad Ini ?

Berapa Besar Jagad Ini ?
Penulis: Tarajayanti
28-09-2009
Di belahan bumi bagian Barat pada masa Galileo Galilei (1564 – 1642), jagad raya masih merupakan misteri. Cengkeraman kekuasaan dan pengaruh institusi agama sangat ketat dan tidak memungkinkan adanya pembaharuan diluar dogma yang telah ditetapkan dan diajarkan oleh agama. Saat itu, agama ‘menumpang’ pada kekuasaan Negara (kerajaan) sehingga kekuasaan agama + Negara menjadi kekuasaan yang absolut untuk mengendalikan rakyat. Ilmu pengetahuan menjadi miskin, penemuan baru dilarang dan radikalisme terjadi dimana-mana. Dalam jaman itulah Galileo mengatakan bahwa bumi ini bulat, bertolak belakang dengan ajaran agama pada saat itu. Pernyataan Galileo dianggap menghina agama dan Tuhan, memberontak terhadap Negara dan menyalahi segala aturan sosial lainnya. Tapi akhirnya ketika ilmu pengetahuan berkembang,diketahui bahwa bumi memang bulat. Kenyataan ini tidak bisa di pungkiri. Kekuasaan membatasi ilmu, tetapi manusia lah yang mendobrak batas itu sehingga ilmu bisa berkembang.

Pada masa yang sama di belahan bumi Tenggara yang saat itu masih bernama Yawadwipa atau Nuswantara, leluhur kita sudah menerima dan melihat bahwa bumi ini bulat dan alam raya tidak hanya terbatas pada bintang, bulan dan matahari saja. Manusia Nusantara bahkan sudah mampu melampaui batas pengetahuan positif sebagai bahkan sudah melakoni banyak hal yang dianggap newage oleh Barat. Manusia Jawa misalnya, sangat mengerti bahwa jagad ini amat sangat luas dan berlapis-lapis,bahwa planet yang berpenghuni tidak hanya bumi satu-satunya tetapi masih banyak gugusan tatasurya lainnya yang juga berpenghuni. Sayangnya, kita belum mampu melihat dan membuktikannya secara kasat mata sehingga pengetahuan ini menjadi sesuatu yang tidak lagi diakui ber ‘kemungkinan’. Secara perlahan tapi pasti pengetahuan mengenai jagad raya ini pun terkikis hinggamenjadi sekadar mitos atau dongeng saja. Apalagi jika agama (bukan spiritualitas) kita semakin kuat,sudah pasti semakin tidak mungkin mitos atau dongeng ini memiliki bobot ‘kemungkinan’ (probability).

Kita sering lupa bahwa kehidupan ini menawarkan sebuah kepastian, yaitu perubahan. Apa yang sekarang ini kita anggap tidak ada, tidak mungkin atau tidak masuk akal, suatu ketika bisa saja menjadi sebuah kenyataan – entah kapan waktunya dan siapa yang akan menjadi penemunya. Semoga saja kali ini manusia Jawa.


Sumber : http://terrajawa.net/

0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

LimeExchange: Projects

Teman